Monday, February 06, 2006

Listrik Naik Lagi

=== Kompas.com ===

PLN Usul Tarif Dasar Listrik Naik 12 Persen Tahun 2006


Jakarta, Kompas - PT Perusahaan Listrik Negara mengusulkan kepada pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik sebesar 12 persen atau Rp 70 per kWh pada tahun 2006. Kenaikan itu untuk menyesuaikan pengeluaran PLN, terutama akibat kenaikan harga bahan bakar minyak yang ditetapkan pemerintah pada bulan Maret lalu.
Demikian diutarakan Direktur PLN Eddie Widiono dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin (6/6). Pada tahun ini pemerintah tidak menaikkan tarif listrik sehingga PLN terpaksa mengeluarkan tambahan biaya sekitar Rp 10 triliun untuk menutupi kenaikan harga solar.
Sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan PLN pada tahun 2005, tarif dasar listrik (TDL) adalah Rp 588 per kilowatt kali jam (kWh), meskipun realisasi hanya Rp 587 per kWh. Jadi, dengan kenaikan sekitar 12 persen tahun 2006, maka tarif dasar listrik akan jadi Rp 659 per kWh.
Direktur Keuangan PLN Parno Isworo mengatakan, jika usulan kenaikan TDL diterima, maka pendapatan penjualan tenaga listrik PLN tahun 2006 akan menjadi Rp 75 triliun. Pendapatan itu lebih besar dari pendapatan tahun 2005 yang Rp 61,9 triliun.
Dana PSO
Selain mengusulkan kenaikan TDL, PLN juga meminta pemerintah menaikkan dana untuk kewajiban pelayanan umum (public service obligation/PSO) dari rencana tahun 2005 Rp 10,699 triliun menjadi Rp 12,77 triliun. Jika dana PSO tidak ditambah, PLN dipastikan akan mengalami kerugian pada tahun ini.
Menurut Eddie, permintaan penambahan dana PSO dari pemerintah bertujuan agar PLN bisa mencatat keuntungan sebesar Rp 1,3 triliun pada tahun 2005. Sebaliknya, jika tidak mendapat dana PSO, maka PLN akan mencatat kerugian pada tahun 2005 sebesar Rp 11,4 triliun di atas kertas.
"Kita menunggu tahun 2005 karena perjalanan masih panjang. Tetapi kalau pemerintah tidak menambah dana, sayang sekali bagi PLN yang sebenarnya sudah bisa mencatat laba. Jika PLN laba, maka perusahaan ini bisa mendapatkan rating yang baik dan pendanaan yang murah," ujar Eddie.
Sudah melapor
Menyinggung kebutuhan BBM yang melampaui kuota pemerintah, Eddie mengatakan sudah menyampaikan hal tersebut kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro. Pihak PLN meminta agar subsidi ditambah untuk PLN.
Dia mengakui, PLN memang mengalami kesulitan dengan kenaikan harga minyak mentah yang menyebabkan naiknya harga solar. Karena semua perencanaan BUMN yang disetujui oleh pemerintah menetapkan asumsi harga solar sebesar Rp 2.200 per liter.
Jadi, seandainya pihak Pertamina tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan PLN dengan harga Rp 2.200 per liter, urusan harus kembali ke pemerintah. Bila PLN dipaksa membeli dengan harga pasar sebesar Rp 4.000, akan menjadi beban yang sangat berat.
"Akibat tarif dasar listrik tidak naik pada tahun 2005 saja, biaya operasi PLN akan bertambah sekitar Rp 8 triliun. Kalau hanya kebagian BBM dengan harga sebanyak 8,4 juta kiloliter dengan harga Rp 2.200 per liter dan sisanya harus beli dengan harga 4.000 per liter, biaya akan membengkak menjadi Rp 16 triliun," ujar Eddie.
Jika biaya operasi PLN bertambah, efisiensi yang dibuat manajemen PLN senilai Rp 1,2 triliun menjadi tak berarti. Sebab ternyata, biaya justru membengkak karena pengeluaran untuk BBM menjadi lebih besar.
Menyiasati lonjakan biaya BBM, Eddie meminta masyarakat untuk mengurangi pemakaian listrik sehingga bisa menurunkan pengoperasian pembangkit diesel.
Eddie mengatakan, pemakaian BBM meningkat karena permintaan energi listrik dari konsumen industri bertambah 200 MW. Pertambahan itu disebabkan kalangan industri mengalihkan sumber energi listrik dari genset ke PLN.
Sebelumnya dikabarkan bahwa pembangkit listrik berbahan bakar solar milik PLN rentan tak beroperasi akibat kekurangan pasokan bahan bakar. Hal itu karena Pertamina hanya bersedia menyuplai BBM tambahan jika PLN membayar sesuai dengan harga pasar internasional.
Kondisi itu sempat terjadi di Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Tawar, enam dari delapan unit pembangkit terpaksa dihentikan pada hari Sabtu akhir pekan lalu karena kehabisan BBM. Akibatnya, terjadi defisit sebesar 240 MW ke sistem Jawa dan Bali.
Harus ditalangi
Ketua Panitia Anggaran DPR Emir Moeis, yang dimintai tanggapan mengenai kekurangan BBM yang dialami PLN, menegaskan bahwa listrik tidak boleh dibiarkan mati. Oleh karena itu, meskipun pemerintah akan mengalami defisit anggaran, alokasi bahan bakar untuk PLN harus tetap diberikan.
Pokoknya menurut Emir, jangan sampai pemerintah menaikkan tarif listrik agar PLN mampu membeli BBM. Alasan dia, rakyat sudah banyak menanggung beban sebelumnya, jadi jangan ditambah dengan kenaikan tarif listrik.
Dia menambahkan, DPR juga akan memberikan tekanan kepada pemerintah untuk secepatnya membangun pembangkit berbahan bakar alternatif selain gas. Jika perlu menggunakan dana pemerintah, tanpa harus menunggu investor.
Sesuai catatan Kompas, jumlah bahan bakar yang dipatok untuk PLN ditetapkan oleh pemerintah dan DPR. Jika pemakaian melampaui kuota, Pertamina harus menanggung biaya kelebihan. (BOY)