Monday, May 19, 2008

Story About Kebangkitan Nasional

[source : suatu milis by abdul rahman]

Di berbagai media, di tengah kesulitan hidup yang kian melilit rakyat, di
tengah kemiskinan yang kian menjadi, di tengah keputus-asaan rakyat banyak
yang kian membuncah, di tengah himpitan kemelaratan, di tengah pesta korupsi
dan mark-up anggaran negara (baca: uang rakyat) yang dilakukan para pejabat
negara, memasuki bulan Mei 2008 bangsa ini dicekoki dengan 'Momentum 1 Abad
Kebangkitan Nasional'. Hal ini tentunya dikaitkan dengan berdirinya
organisasi Boedhi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908.

Jika salah satu syair dari Taufiq Ismail berjudul "Malu Aku Jadi Orang
Indonesia', maka sekarang ini judul syair tersebut bertambah relevan. Betapa
memalukannya sebuah bangsa yang katanya besar ternyata masih saja salah
menetapkan tonggak kebangkitannya sendiri. Dan parahnya, hal ini ternyata
didukung oleh tokoh-tokoh dan partai Islam yang seharusnya menjadi agen
pencerahan bangsa.

Sayyid Quthb di dalam "Tafsir Baru Atas Realitas" (1996) menyatakan
orang-orang yang mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan yang cukup adalah sama
dengan orang-orang jahiliyah, walau orang itu mungkin seorang ustadz bahkan
profesor. Jangan sampai kita "Fa Innahu Minhum" (kita menjadi golongan
mereka) terhadap kejahiliyahan.

Situs eramuslim.com sekurangnya sudah tiga kali memuat tentang organisasi
Boedhi Oetomo (BO) dan memaparkan bahwa organisasi ini sama sekali tidak
berhak dijadikan tonggak kebangkitan nasional karena BO sama sekali tidak
pernah mencita-citakan kemerdekaan, pro-penjajahan yang dilakukan Belanda,
dan banyak tokohnya anggota aktif Freemasonry yang merupakan organisasi
pendahulu dari Zionisme. Seharusnya, tonggak kebangkitan nasional disematkan
pada momentum berdirinya organisasi Syarikat Dagang Islam (SDI) yang
kemudian berubah menjadi Syarikat Islam (SI) pada tahun 1905, tiga tahun
sebelum BO.





Sebab itu, agar kita lagi-lagi tidak salah menganggap tahun 2008 ini sebagai
Momentum 1 Abad Kebangkitan Nasional, maka Kami lagi-lagi menurunkan artikel
terkait hal tersebut, agar kebenaran tetaplah kebenaran, dan sama sekali
tidak akan goyah walau dengan alasan politis sekali pun. Sejarah adalah
History, bukan His-Story!

*Penghinaan Terhadap Perjuangan Umat Islam*

Dipilihnya tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, sesungguhnya
merupakan suatu penghinaan terhadap esensi perjuangan merebut kemerdekaan
yang diawali oleh tokoh-tokoh Islam. Karena organisasi Syarikat Islam (SI)
yang lahir terlebih dahulu dari Boedhi Oetomo (BO), yakni pada tahun 1905,
yang jelas-jelas bersifat nasionalis, menentang penjajah Belanda, dan
mencita-citakan Indonesia merdeka, tidak dijadikan tonggak kebangkitan
nasional.

Mengapa BO yang terang-terangan antek penjajah Belanda, mendukung penjajahan
Belanda atas Indonesia, a-nasionalis, tidak pernah mencita-citakan Indonesia
merdeka, dan anti-agama malah dianggap sebagai tonggak kebangkitan bangsa?
Ini jelas kesalahan fatal.

Akhir Februari 2003, sebuah amplop besar pagi-pagi telah tergeletak di atas
meja kerja penulis. Pengirimnya KH. Firdaus AN, mantan Ketua Majelis Syuro
Syarikat Islam kelahiran Maninjau tahun 1924. Di dalam amplop coklat itu,
tersembul sebuah buku berjudul "Syarikat Islam Bukan Budi Utomo: Meluruskan
Sejarah Pergerakan Bangsa" karya si pengirim. Di halaman pertama, KH.
Firdaus AN menulis: "Hadiah kenang-kenangan untuk Ananda Rizki Ridyasmara
dari Penulis, Semoga Bermanfaat!" Di bawah tanda tangan beliau tercantum
tanggal 20. 2. 2003.

KH. Firdaus AN telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Namun
pertemuan-pertemuan dengan beliau, berbagai diskusi dan obrolan ringan
antara penulis dengan beliau, masih terbayang jelas seolah baru kemarin
terjadi. Selain topik pengkhianatan the founding-fathers bangsa ini yang
berakibat dihilangkannya tujuh buah kata dalam Mukadimmah UUD 1945, topik
diskusi lainnya yang sangat konsern beliau bahas adalah tentang Boedhi
Oetomo.

"BO tidak memiliki andil sedikit pun untuk perjuangan kemerdekan, karena
mereka para pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan
penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia. Dan BO tidak pula turut
serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemedekaan, karena telah
bubar pada tahun 1935. BO adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, di mana
hanya orang Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi
saja tidak boleh menjadi anggotanya, " tegas KH. Firdaus AN.

BO didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa
kedokteran STOVIA, Soetomo dan kawan-kawan. Perkumpulan ini dipimpin oleh
para ambtenaar, yakni para pegawai negeri yang setia terhadap pemerintah
kolonial Belanda. BO pertama kali diketuai oleh Raden T. Tirtokusumo, Bupati
Karanganyar kepercayaan Belanda, yang memimpin hingga tahun 1911. Kemudian
dia diganti oleh Pangeran Aryo Notodirodjo dari Keraton Paku Alam Yogyakarta
yang digaji oleh Belanda dan sangat setia dan patuh pada induk semangnya.

Di dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahkan di dalam penyusunan anggaran
dasar organisasi, BO menggunakan bahasa Belanda, bukan bahasa Indonesia.
"Tidak pernah sekali pun rapat BO membahas tentang kesadaran berbangsa dan
bernegara yang merdeka. Mereka ini hanya membahas bagaimana memperbaiki
taraf hidup orang-orang Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda,
memperbaiki nasib golongannya sendiri, dan menjelek-jelekkan Islam yang
dianggapnya sebagai batu sandungan bagi upaya mereka, " papar KH. Firdaus
AN.

Di dalam Pasal 2 Anggaran Dasar BO tertulis "Tujuan organisasi untuk
menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara
harmonis. " Inilah tujuan BO, bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali
bukan kebangsaan.

Noto Soeroto, salah seorang tokoh BO, di dalam satu pidatonya tentang
Gedachten van Kartini alsrichtsnoer voor de Indische Vereniging berkata:
"Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya… Sebab itu soal
agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang
kesulitan. "

Sebuah artikel di "Suara Umum", sebuah media massa milik BO di bawah asuhan
Dr. Soetomo terbitan Surabaya, dikutip oleh A. Hassan di dalam Majalah
"Al-Lisan" terdapat tulisan yang antara lain berbunyi, "Digul lebih utama
daripada Makkah", "Buanglah Ka'bah dan jadikanlah Demak itu Kamu Punya
Kiblat!" (M. S) Al-Lisan nomor 24, 1938.

Karena sifatnya yang tunduk pada pemerintahan kolonial Belanda, maka tidak
ada satu pun anggota BO yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda. Arah
perjuangan BO yang sama sekali tidak berasas kebangsaan, melainkan
chauvinisme sempit sebatas memperjuangkan Jawa dan Madura saja telah
mengecewakan dua tokoh besar BO sendiri, yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto
Mangunkusumo, sehingga keduanya hengkang dari BO.

Bukan itu saja, di belakang BO pun terdapat fakta yang mencengangkan. Ketua
pertama BO yakni Raden Adipati Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, ternyata
adalah seorang anggota Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun
1895.

Sekretaris BO (1916), Boediardjo, juga seorang Mason yang mendirikan
cabangnya sendiri yang dinamakan Mason Boediardjo. Hal ini dikemukakan dalam
buku "Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia
1764-1962" (Dr. Th. Stevens), sebuah buku yang dicetak terbatas dan hanya
diperuntukan bagi anggota Mason Indonesia.

Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo Kecewa dengan BO

Karena BO tidak pernah membahas kebangsaan dan nasionalisme, mendukung
penjajahan Belanda atas Indonesia, anti agama, dan bahkan sejumlah tokohnya
ternyata anggota Freemasonry. Ini semua mengecewakan dua pendiri BO sendiri
yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya akhirnya
hengkang dari BO.

Tiga tahun sebelum BO dibentuk, Haji Samanhudi dan kawan-kawan mendirikan
Syarikat Islam (SI, awalnya Syarikat Dagang Islam, SDI) di Solo pada tanggal
16 Oktober 1905. "Ini merupakan organisasi Islam yang terpanjang dan tertua
umurnya dari semua organisasi massa di tanah air Indonesia, " tulis KH.
Firdaus AN.

Berbeda dengan BO yang hanya memperjuangkan nasib orang Jawa dan Madura—juga
hanya menerima keanggotaan orang Jawa dan Madura, sehingga para pengurusnya
pun hanya terdiri dari orang-orang Jawa dan Madura—sifat SI lebih
nasionalis. Keanggotaan SI terbuka bagi semua rakyat Indonesia yang
mayoritas Islam. Sebab itu, susunan para pengurusnya pun terdiri dari
berbagai macam suku seperti: Haji Samanhudi dan HOS. Tjokroaminoto berasal
dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumatera Barat,
dan AM. Sangaji dari Maluku.

Guna mengetahui perbandingan antara kedua organisasi tersebut—SI dan BO—maka
di bawah ini dipaparkan perbandingan antara keduanya:

Tujuan:

- SI bertujuan Islam Raya dan Indonesia Raya,

- BO bertujuan menggalang kerjasama guna memajukan Jawa-Madura (Anggaran
Dasar BO Pasal 2).

Sifat:

- SI bersifat nasional untuk seluruh bangsa Indonesia,

- BO besifat kesukuan yang sempit, terbatas hanya Jawa-Madura,

Bahasa:

- SI berbahasa Indonesia, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Indonesia,

- BO berbahasa Belanda, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Belanda

Sikap Terhadap Belanda:

- SI bersikap non-koperatif dan anti terhadap penjajahan kolonial Belanda,

- BO bersikap menggalang kerjasama dengan penjajah Belanda karena sebagian
besar tokoh-tokohnya terdiri dari kaum priyayi pegawai pemerintah kolonial
Belanda,

Sikap Terhadap Agama:

- SI membela Islam dan memperjuangkan kebenarannya,

- BO bersikap anti Islam dan anti Arab (dibenarkna oleh sejarawan Hamid
Algadrie dan Dr. Radjiman)

Perjuangan Kemerdekaan:

- SI memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mengantar bangsa ini melewati
pintu gerbang kemerdekaan,

- BO tidak pernah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan telah membubarkan
diri tahun 1935, sebab itu tidak mengantarkan bangsa ini melewati pintu
gerbang kemerdekaan,

Korban Perjuangan:

- Anggota SI berdesak-desakan masuk penjara, ditembak mati oleh Belanda, dan
banyak anggotanya yang dibuang ke Digul, Irian Barat,

- Anggota BO tidak ada satu pun yang masuk penjara, apalagi ditembak dan
dibuang ke Digul,

Kerakyatan:

- SI bersifat kerakyatan dan kebangsaan,

- BO bersifat feodal dan keningratan,

Melawan Arus:

- SI berjuang melawan arus penjajahan,

- BO menurutkan kemauan arus penjajahan,

Kelahiran:

- SI (SDI) lahir 3 tahun sebelum BO yakni 16 Oktober 1905,

- BO baru lahir pada 20 Mei 1908,

Seharusnya 16 Oktober

Hari Kebangkitan Nasional yang sejak tahun 1948 kadung diperingati setiap
tanggal 20 Mei sepanjang tahun, seharusnya dihapus dan digantikan dengan
tanggal 16 Oktober, hari berdirinya Syarikat Islam. Hari Kebangkitan
Nasional Indonesia seharusnya diperingati tiap tanggal 16 Oktober, bukan 20
Mei. Tidak ada alasan apa pun yang masuk akal dan logis untuk menolak hal
ini.

Jika kesalahan tersebut masih saja dilakukan, bahkan dilestarikan, maka saya
khawatir bahwa jangan-jangan kesalahan tersebut disengaja. Saya juga
khawatir, jangan-jangan kesengajaan tersebut dilakukan oleh para pejabat
bangsa ini yang sesungguhnya anti Islam dan a-historis.
Jika keledai saja tidak terperosok ke lubang yang sama hingga dua kali, maka
sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia seharusnya mulai hari ini juga
menghapus tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, dan melingkari
besar-besar tanggal 16 Oktober dengan spidol merah dengan catatan "Hari
Kebangkitan Nasional". (Rizki Ridyasmara: Eramuslim ; Jumat, 2 Mei 08)

--
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung."

(TQS: Surat ALI IMRAN, 104)