Tuesday, May 04, 2010

Skenario “Sepekan Setelah Ambruknya Masjid Al Aqsa”

Saya kopi paste artikel ini dari Hidayatullah. Semoga membuka mata umat muslim seluruh dunia tentang masalah Palestina dan Al Aqsha.

Oleh: Musthafa Luthfi




Hidayatullah.com--Semangat
Zionisme Israel makin menggelora untuk segera mewujudkan ambisinya menguasai tanah Palestina baik lewat pencaplokan tanah milik warga Arab yang mereka sebut pemukiman Yahudi maupun lewat yahudisasi kota suci Al-Quds tempat keberadaan Masjid Al-Aqsa, kiblat pertama kaum Muslimin seluruh dunia.

Zionisme benar-benar ingin memanfaatkan kelemahaan dunia Arab yang kondisinya saat ini dinilai paling buruk sejak 62 tahun belakangan ini yakni umur konflik kawasan sejak didirikannya Israel oleh negara-negara besar pada Mei 1948. Pemerintah ultra kanan pimpinn PM Benyamin Netanyahu sangat mafhum dengan kondisi tersebut sehingga impian perluasan Israel dan yahudisasi Al-Quds dapat segera ia wujudkan.


Meskipun mendapat peringatan “setengah hati” dari AS menyangkut perluasan pencaplokan dan yahudisasi kota suci umat Islam itu, namun Netanyahu tak menggubrisnya bahkan di hadapan badan lobi kuat Israel di AS (AIPAC) dia dengan lantang mengingatkan bahwa “Al-Quds adalah kota nenek moyang kami sejak ribuan tahun yang lalu, kami hanya ingin melanjutkan pembangunan kota ini bukan mencaplok milik orang lain”.

Agar ambisinya berjalan mulus, pemerintahan negeri Zionis itu mencoba mengalihkan masalah dengan memunculkan isu-isu baru yang dibuat-buat. Diantarnya isu pengiriman rudal jarak jauh jenis Scud oleh Suriah ke gerakan perlawanan Hizbullah di Libanon Selatan yang mengundang kekhatiran dan kemarahan sekutu-sekutunya terutama AS dan dunia Barat.

Isu tersebut terus dibesar-besarkan dengan ancaman akan berkobarnya perang regional di kawasan bila Suriah tidak bertindak cepat menarik kembali rudal dimaksud. Masalah Iran juga tidak lupa dimanfaatkan dengan terungkapnya jaringan mata-mata Kuwait yang ditengarai beroperasi untuk kepentingan garda revolusi Iran yang dilaporkan oleh harian Al-Qabas, Kuwait beberapa hari lalu.

Laporan seperti ini sebenarnya adalah cara yang sudah klise yang dilakukan oleh Mossad setiap berlangsung upaya mempererat hubungan antara Iran dengan negara-negara tetangganya di Teluk. Menyangkut kasus Kuwait ini, laporan yang masih bersifat “kabar burung” itu terungkap menjelang kunjungan resmi Amir Kuwait ke negeri Mullah itu.

Pada saat dunia disibukkan dengan isu-isu baru yang mengemuka atas rekayasa Zionis dengan dukungan penuh AS, pencaplokan terus berlangsung dan tidak akan berhenti meskipun Palestina mensyaratkan perundingan tidak langsung dengan Israel adalah penghentian pencaplokan tanah Palestina terlebih dahulu.

Negeri Yahudi itu pantas tidak bergeming dari ambisi pencaplokannya karena mendapat angin segar dari dunia Arab sendiri. Pasalnya Arab dari kantor Liga Arab di Kairo pada 1 Mei 2010 di Kairo memutuskan untuk mendukung perundingan tidak langsung tersebut tanpa syarat, setelah mendapat tekanan dari Washington.

Yahudisasi Al-Quds pun terus berlanjut yang tujuannya adalah merobohkan Masjid Al-Aqsa untuk digantikan dengan Solomon Temple (Kuil Sulaiman) yang diklaim kaum Yahudi berada dibawah masjid tersebut. Tidak mudah memang, untuk melaksanakan ambisi yang satu ini karena warga sekitar Al-Quds bersumpah untuk mati syahid guna mempertahankan simbol kiblat pertama umat Islam sedunia itu.

Meskipun dunia Islam terutama Arab nantinya tetap sebagai penonton setia, intifadha babak ketiga dipastikan meletus lagi sebagaimana kejadian intifadha kedua pada September 2000. Seperti dimaklumi, intifadha kedua meletus menyusul kunjungan provokatif mantan PM Israel, Ariel Sharon ke areal Masjid Al-Aqsa.

Skenario

Meskipun demikian, tetap tidak menutup kemungkinan perobohan Masjid Al-Aqsa tersebut dalam kondisi dunia Arab dan Islam yang sangat lemah dewasa ini. Bila akhirnya masjid ini akhirnya roboh La Samahallah (amit-amit), kira-kira skenarionya tidak ubah dengan saat pembakaran yang dilakukan Yahudi radikal, Michael Dennis Rohan yang berasal dari Australia pada 21 Agustus 1969.

Menarik disimak tulisan dari seorang penulis Arab asal Yordania, Maher Abu Their dalam kolomnya di harian alarabonline edisi 27 April 2010 tentang kemungkinan beberapa skenario respon dunia Arab setelah sepekan diruntuhkannya Masjid Al-Aqsa La Samahallah oleh kaum Yahudi radikal yang mendapat restu resmi pemertintahan radikal Israel.

Mengingat tulisan tersebut menurut hemat penulis menarik untuk kita simak bersama, penulis nukilkan pokok-pokok skenario dimaksud sebagai berikut:

Sehari setelah ambruknya Masjid Al-Aqsa, momentum tersebut dijadikan Arab untuk melaksanakan KTT darurat yang khusus untuk mendiskusikan peristiwa besar itu. Pernyataan pun disiapkan berisi kecaman keras dan “ancaman” terhadap Israel. Berbarengan dengan itu berlangsung unjuk rasa besar di seluruh dunia Islam yang diwarnai pula bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan yang menjaga sejumlah kedutaan Barat pro Israel sebagai salah satu target kemarahan massa.

Boneka Netanyahu dan Obama serta bendera Israel dan AS dibakar dimana-mana. Sementara warga Palestina di Tepi Barat melampiaskan murka mereka dengan menembakkan jutaan peluru ke langit bukan ke arah musuh. Warga Arab Israel menyalakan lilin sebagai ungkapan kesedihan, kemudian warga Gaza tak dapat berbuat banyak kecuali menunjukkan murka lewat unjuk rasa pula.

Hari kedua, demonstrasi intensif menyebar ke negara-negara lain dibarengi seruan pelaksanaan KTT OKI darurat kemudian mengeluarkan pernyataan yang tak jauh berbeda dengan KTT Arab dibarengi permintaan maaf dari bawah meja untuk Israel, karena pernyataan yang sedikit tajam bahasanya. Keluahan selanjutnya hanya disampaikan kepada UNESCO karena Al-Aqsa adalah peninggalan sejarah bukan (dalam kapasitas) sebagai tempat Isra` dan Mi`raj Nabi Muhammad SAW.

Pengaduan juga ditujukan ke PBB lalu keluarlah resolusi PBB yang mengutuk peruntuhan Masjid Al-Aqsa dimana resolusi itu nasibnya sama dengan resolusi-resolusi sebelumnya sebatas tinta di atas kertas. Bahkan para diplomat PBB yang biasa makan di restoran mewah di New York menggunakan robekan-robekan kertas resolusi itu untuk mengelap mulut setelah manyantap menu “sushi”.

Pada hari ketiga, dilakukan distribusi pesan melalui ponsel untuk membaca surat Al-Zalzalah untuk Israel, dan juga surat Al-Kaafirun. Sebaliknya di layar-layar TV bermunculan ulama-ulama yang telah menjual hati nurani mereka untuk menenangkan massa dengan mengatakan bahwa itu bentuk kedengkian Zionisme dan kemenangan pasti dekat. Lalu mereka mengingatkan pula bahwa semua tanah adalah suci dan boleh menunaikan shalat dimana saja di areal tanah suci Al-Quds termasuk di atas puing-puing reruntuhan Masjid.

Pada hari keempat, buldoser-bolduser Israel mulai membersihkan puing-puing termasuk batu-batu bekas runtuhan bangunan Masjid Al-Aqsa. Pada saat yang sama, ratusan warga yang mempertahankan keberadaan Masjid tersebut ditangkap tentara pendudukan. Sisa-sisa batu runtuhan tersebut dikumpulkan dekat tembok yang mengelilingi kota tua Al-Quds dan mengizinkan bagi warga Muslim setempat untuk mengambil sebiji batu untuk setiap orang guna disimpan di rumah sebagai kenangan-kenangan.

Pada hari kelima, membajirlah kaum ekstremis dan rabi Yahudi untuk melakukan sembahyang dan doa di atas reruntuhan sebagai bentuk kesyukuran atas ambruknya Masjid. Peristiwa ini terjadi di musim dingin sehingga unjuk rasa pun dilarang karena hanya membuang-buang waktu. Saat itu muncul pula beberapa orang yang menamakan dirinya ulama di layar-layar TV menenangkan massa dengan mengingatkan bahwa Masjid Al-Aqsa adalah milik Tuhan dan Dia yang akan melindunginya.

Pada hari keenam, orang-orang Arab kembali ke rumah mereka dimana sebagian dari mereka membeli keperluan makan sehari-hari. Yang lainnya mulai memikirkan semangkok bubur fuul (kacang) hangat, sebagian lagi kembali memikirkan cara menyelundupkan narkoba ke Eropa untuk melepaskannya dari jerat kemiskinan. Ada pula yang memilih mengisolasi diri dengan bertapa ke gunung. Sebagian yang tidak tahan akan cobaan ini akhirnya murtad (na`uzubillah min zdalik). Ada pula yang minta fatwa pemotongan kaki dan tangan kaun wanita yang pamer aurat sebagai penyebab kekalahan umat.

Pada hari ketujuh, yang bertepatan dengan hari Jum`at, shalat Jum`at berlangsung di mana-mana di belahan bumi ini kecuali di Masjid Al Aqsa. Sebelum berangkat ke Masjid terlebih dahulu pada pagi harinya mandi air hangat setelah semalam suntuk badan terasa panas akibat melihat pemandangan yang memilukan itu. Kaum Muslimin berbondong ke masjid-masjid terdekat karena tidak ada bedanya mendokan kaum kafir dimana saja. Israel telah meletakkan batu pondasi untuk pembangunan Kuil Sulaiman di atas reruntuhan Masjid Al-Aqsa. Sejumlah khatib Jum`at yang telah menjual dirinya dengan dunia, berkata bahwa Masjid Al-Aqsa tidak penting sebab jika penting tidaklah kiblat berpindah ke Ka`bah (Masjidil Haram).

Menutup tulisannya, Abu Their mengingatkan bahwa “tulisan ini bukanlah sebagai bentuk kesiapan mental kita untuk melihat runtuhnya Masjid Al-Aqsa La Samahallah, tapi sebagai bentuk rasa was-was, apa kiranya yang akan diperbuat Arab era millenium ketiga ini selain dari apa yang telah saya kemukakan tadi”.

Tentunya semua umat Islam tidak ingin melihat simbul kiblat pertama itu runtuh oleh kaum Yahudi dalam kondisi para pemimpin Umat Islam dewasa ini masih lemah dan kita juga tidak ingin melihat respon dunia Islam seperti gambaran kolumnis Abu Their tersebut. Sangat memilukan bila hal itu sampai terjadi La Samahallah. [Sana`a-Yaman, 17 Jumadal Ula 1431 H/www.hidayatullah.com]

Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, kini sedang berdomisili di Yaman